Jumat, 30 Januari 2009

Otoda Gagal Pilkada Sebaiknya Dibubarkan

Oleh, Rustam
Pakar Tata Negara dan pengagas Otonomi Daerah Prof. M. Ryaas Rasyid dalam kunjungannya di kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) Rabu (28/1) menilai pelaksanaan otonomi daerah yang sudah berjalan kurang lebih lima tahun gagal akibat kurangnya suvervisi atau pengawasan dari pemerintah pusat. Dia pun meminta Pilkada secara langsung yang juga merupakan bagian dari penerapan otonomi daerah sebaiknya dibubarkan dan kembali ke sistim dahulu.

Pernyataan tersebut disampaikan Ryaas Rasyid kepada sejumlah wartawan sesaat sebelum acara temu kader di gedung Grand Awani. Menurutnya, pemerintah pusat terlalu tergopoh-gopoh untuk melaksanakan Pilkada langsung disaat masyarakat belum memiliki pemahaman yang baik soal demokrasi.

Dia menyarankan pemerintah pusat mengevaluasi pelaksanaan Pilkada dan kultur masyarakat sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar. Sebab Pilkada langsung tidak dapat dilaksanakan ketika bersamaan pengangguran dan kemiskinan meluas.

“Masyarakat yang memilih itu harus cerdas. Coba anda lihat, apakah masyarakat sudah cukup cerdas untuk memilih gubernur, bupati dan walikota berdasarkan kemampuan mereka untuk mengurus rakyat, itu kan tidak. Kebanyakan orang memilih berdasarkan popularitas,” katanya.

Ryaas Rasyid menyarankan ada persyaratan bagi daerah-daerah yang ingin melaksanaan Pilkada, misalnya memiliki PAD lima kali lipat yang dipergunakan untuk pelaksanaan Pilkada, penduduk yang tamat sekolah dasar minimal 50 persen. Kurang dari itu tidak boleh melaksanakan Pilkada.

“Selanjutnya kinerja KPUD juga harus dievaluasi karena telah banyak mencederai kedaulatan rakyat. Banyak orang-orang yang berhak memilih tidak bisa memilih. Karena itu harus selektif, tidak semua harus menggelar Pilkada,” tukasnya.

Selama ini otonomi daerah diasalah artikan. Pemerintah pusat melepas otonomi daerah tetapi tidak dibaringi pengawasan yang ketat. Akibatnya banyak para gubernur, walikota dan bupati yang terjerat kasus hukum seperti korupsi.

“Sekarang apa yang dilakukan orang-orang pusat, tidak ada kan. Sekarang presiden mengeluarkan izin pemeriksaan 127 kepala daerah yang bermasalah, itu bukan sebuah prestasi, tapi akibat pengawasan yang ketat tidak ada, sehingga inilah indikator kegagalan itu. Otonomi daerah bisa dikatakan berhasil apabila semakin sedikit kepala daerah yang terjerat kasus hukum,” tukasnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar