Kamis, 19 November 2009

Izin KP Tumbuh Bak Jamur di Musim Hujan

OLeh Rustam

Nafsu pemerintah daerah mengejar pendapatan daerah dari sektor pertambangan semakin menggila. Hal itu tercermin dari jumlah izin Kuasa Pertambangan (KP) yang dikelurkan oleh 10 kepala daerah, minus kota Kendari dan kabupaten Wakatobi yang jumlahnya mencapai 278 izin KP sepanjang 2004 hingga 2008.

Jumlah tersebut dapat diibaratkan jamur yang tumbuh di musim hujan. Setiap tahun para bupati khususnya di delapan kabupaten seakan berlomba-lomba menerbitkan izin KP. Data Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Provinsi Sultra, daerah yang paling terbanyak menerbitkan izin KP kepada investor adalah kabupaten Konawe 75 KP, Konawe Utara 52 KP dan Buton 46 KP. Menyusul daerah lainnya Konawe Selalatan 16 KP, Kolaka Utara 18 KP, Buton Utara 15 KP, Bombana 14 KP, Kolaka 11 KP, Muna dan kota Baubua masing-masing 1 izin KP. Khusus kabupaten Buton sebagian izinnya adalah untuk pertambangan aspal.

Pertumbuhan izin KP yang terus meningkat dalam kurun waktu yang singkat itu akibat berlakunya otonomi daerah sejak 2004 yang memberikan kewenangan kepada para kepala daerah untuk pengelolaan sumberdaya alamnya. Bak gayung bersambut, para kepala daerah tidak menyia-nyiakan hak otonom yang diberikan oleh pusat. Sayangnya banyak kepala daerah yang gagal mengurus daerahnya akibat kebijakan yang ceroboh, termasuk timbulnya permasalahan pada pengelolaan sumberdaya alam yang justru menimbulkan konflik.

Ada pula para bupati/walikota yang membangkan terhadap atasannya dalam hal ini gubenur dan Mendagri. Para bupati mengklaim memiliki kewenangan pengelolaan sumberdaya alam di daerahnya sehingga tidak perlu dilaporkan atau diintervensi oleh gubernur. Hal itu terjadi di beberapa daerah di Sultra yang belakangan mulai dicairkan oleh gubernur Nur Alam.

Pengagas dan pakar otonomi daerah Ryas Rasyd dalam suatu kunjungnnya di kota Kendari belum lama ini mengatakan banyaknya ketimpangan yang terjadi di daerah akibat kurangnya pengawasan dan kontrol pemerintah pusat terhadap kebijakan di daerah. Ia meminta pemerintah pusat tidak terburu-buru menyetujui usulan pemekaran. Pemerintah terlebih dahulu harus melakukan kajian dan evaluasi secara menyeluruh terhadap daearh yang telah dimerkan termasuk yang akan dimekarkan.

”Harusnya pemerintah pusat jangan melepas begitu saja daerah yang telah dimekarkan, tapi perlu ada pengawasan, kontrol dan pembinaan secara terus-menerus sehingga para kepala daerah juga tidak seenaknya menjalankan pemerintahan dan membuat kebijakan yang merugikan daerah dan rakyatnya,” kata Ryas Rasyd saat itu.

Permasalahan
Banyaknya izin KP yang dikeluarkan oleh para bupati ternyata tidak diikuti naiknya kesejahteraan masyarakat atau berkurangnya angka kemiskinan di daerah secara signifikan. Sebaliknya masyarakat harus menerima dan menanggung kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan. Data terbaru yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Sultra, penurunan angka kemiskinan saat ini hanya sekitar 1 persen lebih.

Bekum optimalnya penerimaan dari sektor tambang disebabkan masih banyaknya permasalah dan kendala yang dihadapi pemilik izin KP. Hasil kajian dan telaah masalah pertambangan yang dilakukan oleh Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Sultra menemukan sejumlah masalah di daerah, antara lain belum adanya regulasi yang mengatur tentang pertambangan umum, banyaknya izin pertambangan yang berada pada kawasan hutan, belum adanya izin pinjam pakai sebagian KP, izin yang tidak sesuai regulasi, kurangnya koordinasi antara pemerintah kabupaten dan Provinsi dan minimnya kontribusi perusahaan pertambangan terhadap pembangunan di daerah.

Ini belum termasuk kasus tumpang tindih lahan yang jumlahnya cukup banyak dan menyebar dihampir semua daerah yang memiliki kawasan pertambangan, dan dokumen pengelolaan lingkungan yang terkesan asal-asalan serta turunnya harga nikel yang memicu sebagian besar investor tambang gulung tikar.

”Permasalahan ini muncul akibat pemerintah di kabupaten tidak pernah melakukan koordinasi dengan kami sebelumnya. Kita berharap banyak yang diperoleh dari sektor pertambangan, tapi kenyataannya kita justru memperoleh bagian yang sangat kecil dibandingkan pemerintah pusat,” kata Hakku Wahab, Kadis ESDM Sultra saat menghadiri worksop lingkungan yang digelar AJI Kendari, akhir pekan lalu.

Sebelumnya gubernur meminta kepada sejumlah bupati agar segera menertibkan KP yang bermasalah. Bahkan ia pernah mengancam akan membekukan 75 KP di Konawe dan Konawe Utara akibat tumpang tindih lahan. (***)

Statistik Kuasa Pertambangan di Sultra 2004-2008
No. Kabupaten 2004 2005 2006 2007 2008
1. Bombana 0 0 0 14 14
2. Buton 5 12 17 5 11
3. Buton Utara 0 0 0 2 13
4. Baubau 0 0 0 1 0
5. Kolaka 0 0 0 11 0
6. Kolaka Utara 0 0 0 7 11
7. Konawe 0 1 4 58 12
8. Konawe Utara 0 0 0 50 2
9. Konawe Selatan 0 0 1 3 13
10. Muna 0 0 1 0 0

Sumber:Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sultra

Perolehan Suara Parpol dan Caleg DPRD Kendari Periode 2009-2014

Oleh Rustam

Sumber KPU




RINCIAN PEROLEHAN SUARA PARTAI POLITIK DAN CALON
ANGGOTA DPRD KAB./KOTA DAN SUARA TIDAK SAH DI KPU KAB./KOTA
( diisi berdasarkan formulir DA-1 DPRD KAB./KOTA )

KOTA : KOTA KENDARI
PROVINSI : SULAWESI TENGGARA
DAERAH PEMILIHAN DPRD KABUPATEN/KOTA : KOTA KENDARI IV

NAMA PARTAI, NOMOR DAN NAMA CALON ANGGOTA DPRD KAB/KOTA JUMLAH PINDAHAN KECAMATAN JUMLAH AKHIR /JUMLAH PINDAHAN
KAMBU POASIA ABELI
A 1 PARTAI HATI NURANI RAKYAT 25 38 49 112
B 1. H. Bachtiar Kenepulu 203 194 294 691
2. Ridawati 38 44 141 223
3. Iskandar Ali Samad, SP 33 12 11 56
4. Adriani Putri 6 8 6 20
5 0 0 0 0
6 Drs. Muhammad As'ad 0 0 0 0
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 305 296 501 1102

A 2 PARTAI KARYA PEDULI BANGSA 16 23 16 55
B 1. Nuddin, A.Md Pd 21 262 118 401
2 Murdan Mule, BSW 8 19 80 107
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 45 304 214 563

A 3 PARTAI PENGUSAHA DAN PEKERJA INDONESIA 4 11 3 18
B 1. Andi Syaifuddin 31 253 19 303
2 H. Bachtiar Kadir, SH 39 21 1 61
3 Hasriani Irwan 1 7 1 9
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 75 292 24 391

A 4 PARTAI PEDULI RAKYAT NASIONAL 2 14 5 21
B 1. Ir. Agus Salim Taufik IS. 34 44 34 112
2. Abu Tahir 2 4 5 11
3 Sitti Hasni 3 2 9 14
4 Haris Abdullah 4 7 14 25
5 La Ode Musali 6 5 9 20
6 Mejeiling Tahang, S.Ag 25 15 0 40
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 76 91 76 243

A 5 PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA 12 15 28 55
B 1. M. Zaid Kimi, A.Md 481 154 87 722
2. Achmad 35 123 15 173
3. Rosmiati 15 29 23 67
4. 0 0 0 0
5. M. Jamil S. 9 3 1 13
6. Wa Ode. Rahzia Yani L.H. 12 1 3 16
7 Muhammad Irfan, S.Pd 0 3 1 4
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 564 328 158 1050






A 6 PARTAI BARISAN NASIONAL 5 7 5 17
B 1. Maoliddin, S.Pd 208 28 30 266
2 Drs. Ilham Ahmad 34 118 32 184
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 247 153 67 467

A 7 PARTAI KEADILAN DAN PERSATUAN INDONESIA 2 4 6 12
B 1. Hj. Kartina Ditu 141 49 129 319
2. Herman Susilo 94 45 3 142
3 Jamil, S.Pd 3 0 2 5
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 240 98 140 478

A 8 PARTAI KEADILAN SEJAHTERA 101 70 25 196
B 1. M. Jufri, SE 267 89 60 416
2. Hj. Rostina Tarimane 502 44 54 600
3. Wa Ode Sari Amaliyah, S.Pd 67 19 43 129
4. Muh. Safri 8 36 268 312
5. Bahrun 198 22 23 243
6. Dra. Asira 8 8 218 234
7. Kadir 9 12 189 210
8. Zulfikar Putra, SH 18 67 14 99
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 1178 367 894 2439

A 9 PARTAI AMANAT NASIONAL 31 53 48 132
B 1. Abdul Razak, SP 79 412 814 1305
2. Yambi 44 153 10 207
3. Hj. Rosmaladewi Pidani, SE 71 365 247 683
4. Andi Razak, A.Md 37 94 33 164
5. H. Rus’an Shaleh, A.Md 132 158 128 418
6. Suswati 16 14 11 41
7. Dra. Hasanah 40 82 45 167
8. Hernina Pangestu Purba, SP 3 5 3 11
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 453 1336 1339 3128

A 10 PARTAI PERJUANGAN INDONESIA BARU 3 0 0 3
B 1. Mansyur B. 104 16 12 132
2. Jamsir Mbesu, SH 34 27 1 62
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 141 43 13 197

A 11 PARTAI KEDAULATAN 3 10 6 19
B 1 Drs. La Ode Usman Sungku 192 158 120 470
2 Haidir Astom, A.Md 63 13 2 78
3 Sri Hartini Lindo, S.Si 1 0 2 3
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 259 181 130 570









A 12 PARTAI PERSATUAN DAERAH 1 8 13 22
B 1. Sutarman Pallatce, SE 15 95 89 199
2 Lisnawati, S.Sos 2 2 0 4
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 18 105 102 225

A 13 PARTAI KEBANGKITAN BANGSA 3 6 8 17
B 1. Rahmat Suam 15 89 55 159
2. Alimuddin 7 30 256 293
3. Ridwan Rani 2 50 2 54
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 27 175 321 523

A 14 PARTAI PEMUDA INDONESIA 1 1 1 3
B 1. Andri Darmawan 124 17 2 143
2. Timartin Gito, A.Md 2 19 2 23
3 Ali Jais 2 0 2 4
4 Junaid Hasyim 4 34 1 39
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 133 71 8 212

A 15 PARTAI NASIONAL INDONESIA MARHAENISME 1 1 0 2
B 1. L.M. Salih Hanan, S.Pd 300 31 15 346
2 Rusman, S.Sos 18 11 8 37
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 319 43 23 385

A 16 PARTAI DEMOKRASI PEMBARUAN 5 10 19 34
B 1. Simon Takaendengan, S.Tp 163 66 190 419
2. Jaenuddin, SE 1 19 8 28
3. Mery Chandra 5 3 0 8
4. Andi Afiruddin, S.Pd 39 4 2 45
5. Saibar 0 1 1 2
6 Juhri Sarita 0 1 7 8
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 213 104 227 544

A 17 PARTAI KARYA PERJUANGAN 3 6 2 11
B 1. Doly Rinjaya, SE 11 32 22 65
2. Jaenuddin, SE 0 0 0 0
3 Harnoni, S.Ag 49 15 18 82
4 L.M. Junaim, S.Km 0 4 0 4
5 Nurhasana, S.Sos 0 0 0 0
6 A. Gustianan Mallo 2 0 1 3
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 65 57 43 165













A 18 PARTAI MATAHARI BANGSA 1 3 1 5
B 1. Nur Alvi Sahri, SE 9 16 2 27
2 Surianti 15 2 158 175
3 Munira 1 2 1 4
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 26 23 162 211

A 19 PARTAI PENEGAK DEMOKRASI INDONESIA 5 14 7 26
B 1. Suhadi 237 455 214 906
2 Muljono 11 16 2 29
3 Ir. Hj. Hartati Husni 9 90 92 191
4 LD. Zulfakara, SE 2 5 3 10
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 264 580 318 1162

A 20 PARTAI DEMOKRASI KEBANGSAAN 22 5 7 34
B 1. La Ode Alimusabaq B., SP 22 23 42 87
2 Nurliana 4 2 2 8
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 48 30 51 129

A 21 PARTAI REPUBLIKA NUSANTARA 2 10 4 16
B 1. Syukur, S.Pd 22 245 30 297
2. Aco Rahman Ismail 13 20 33 66
3. Sartika 2 0 1 3
4. Drs. M. Asnar 14 26 86 126
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 53 301 154 508

A 22 PARTAI PELOPOR 7 3 9 19
B 1. Edy Sofyan 8 49 55 112
2. Al Imran 160 12 1 173
3 Emi 0 4 6 10
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 175 68 71 314

A 23 PARTAI GOLONGAN KARYA 62 73 37 172
B 1. Zainuddin Monggilo, S.Pd 100 135 58 293
2. Pamasona 17 54 50 121
3. Drs. Basran Tadjuddin 10 86 62 158
4. Sarnia, SP 9 58 7 74
5. M. Aminuddin Silondae 89 175 54 318
6. Raniyati 6 13 8 27
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 293 594 276 1163













A 24 PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN 13 25 30 68
B 1. Drs. Muhammad Kasim 125 268 655 1048
2. Hj. Rusiawati Abunawas, SE 320 456 876 1652
3. Sakina Ahmad, SE 224 23 17 264
4. Drs. Abduyl Azis Teba 66 20 4 90
5. Drs. Abdul Munir 0 6 5 11
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 748 798 1587 3133

A 25 PARTAI DAMAI SEJAHTERA 13 2 2 17
B 1. Abd. Hamid Sokodang 13 7 13 33
2 Winner Agustinus Siregar, SH 37 47 3 87
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 63 56 18 137

A 26 PARTAI NASIONAL BENTENG KERAKYATAN INDONESIA 0 1 1 2
B 1. La Ode Murfain Ndibane 13 5 3 21
2. Sulaiman 2 1 5 8
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 15 7 9 31

A 27 PARTAI BULAN BINTANG 11 7 23 41
B 1. Hamili, SP 75 62 362 499
2. Waia 3 2 7 12
3. Firman Syah Amrin, SE 24 88 88 200
4. Ir. Haslipa 8 3 3 14
5. Rahmawati Nusi, S.Pd 5 9 6 20
6. Rais Gone, S.Kom 10 14 0 24
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 136 185 489 810

A 28 PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN 10 25 6 41
B 1. Siti Munadarma 103 336 67 506
2. Sulhir Taherong 1 13 9 23
3. Abdul Latif 8 2 23 33
4. Arni Haruna 32 6 5 43
5. La Ode Muh. Amir, SH 12 15 8 35
6 Zurisman Zakaria, S.Sos 3 16 2 21
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 169 413 120 702

A 29 PARTAI BINTANG REFORMASI 3 7 21 31
B 1. KH. La Ode Arqam Ali, BA 20 32 343 395
2. Yudhi Hariyanto 120 127 24 271
3. Hania, S.Ag 9 4 3 16
4 La Ode Amin Amane, SE 46 27 6 79
5 Muhammad Yunus 6 4 136 146
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 204 201 533 938









A 30 PARTAI PATRIOT 5 17 4 26
B 1. Irwan Sukma 122 516 108 746
2. Suparman 7 11 40 58
3. Erliyanti 1 2 3 6
4 Salman 2 3 1 6
5 Amran Kasim 6 10 4 20
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 143 559 160 862

A 31 PARTAI DEMOKRAT 238 250 157 645
B 1. Ir. Ilham Hamra 192 457 611 1260
2. Ali Rahman, S.Sos 617 319 130 1066
3. Intisari Zulkurnia 80 466 128 674
4. Nur Aisyah Rauf, SE 55 44 31 130
5. Abdul Madjid 111 48 5 164
6. St. Marhaeni 148 11 5 164
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B)1441 1595 1067 4103

A 32 PARTAI KASIH DEMOKRASI INDONESIA 9 7 3 19
B 1. Tandibayang, SH 75 108 29 212
2. Siti Badriyah 1 9 0 10
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 85 124 32 241

A 33 PARTAI INDONESIA SEJAHTERA 3 2 10 15
B 1. Hasril 35 26 836 897
2. Jufriadi 42 8 11 61
3 Hj. Nurbaya 0 0 32 32
4 Andi Rahim Syamsul 1 1 17 19
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 81 37 906 1024

A 34 PARTAI KEBANGKITAN NASIONAL ULAMA 11 6 1 18
B 1. Irwan Syamsuddin Herman, SE 439 71 40 550
2. Asmawiya 0 8 11 19
3. Idi Sutaji, S.Si 92 13 15 120
4. Iskandar, A.Md, ST 4 2 0 6
5 La Oli Malatih 14 2 51 67
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 560 102 118 780

A 41 PARTAI MERDEKA 1 2 5 8
B 1. Indrawati 21 1 50 72
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 22 3 55 80











A 42 PARTAI PERSATUAN NAHDLATUL UMMAH INDONESIA 1 3 5 9
B 1. Widiya Y. Saidin 28 88 15 131
2. Kusmawati 1 16 3 20
3. Armawanto, S.Th.I 8 5 4 17
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 38 112 27 177

A 43 PARTAI SARIKAT INDONESIA 2 1 0 3
B 1. Rosmiati Sahrun 119 12 1 132
2 Muh. Sarif 4 1 0 5
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B) 125 14 1 140

A 44 PARTAI BURUH 1 4 19 24
B 1. Hasanuddin, S.Pd 141 74 66 281
2. Sitti Hidjrana 1 1 3 5
3. Asriani 9 0 2 11
4. Munaria 3 0 4 7
5. Nani Saranani, S.Pd 9 4 5 18
JUMLAH PEROLEHAN SUARA (A + B)164 83 99 346

A. JUMLAH SUARA SAH CALON 9211 9929 10533 29673
B. JUMLAH SUARA TIDAK SAH CALON 329 420 684 1433
















9,211 9,929 10,533

329 420 684

9,540 10,349 11,217

Rabu, 18 November 2009

Kawasan Konservasi pun Dijarah

Oleh Rustam

Cukong kayu rupanya tak puas mengarap habis hutan Sulawesi Tenggara. Sejumlah kawasan konservasi dan hutang lindung yang banyak menyimpan keanekaragaman hayati dan fauna yang bernilai ekonomi tinggi pun dibabat habis. Hutan gundul, tanah tandus dan sumber air mengering adalah dampak yang dihasilkan dari keserakahan itu.

Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah trpois di Indonesia yang memiliki kawasan hutan yang cukup luas yakni 2.600.137 hekatare atau 68,20% di luar kawasan laut seluas 1.507.000 hekatare. Dari luasan hutan tersebut, 281.302 hektare atau 7,36 % berada pada kawasan konservasi yaitu Taman Swaka Marga Satwa Batikolo, Amolengo dan Tanjung Peropa, di luar Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) yang memiliki luas 105.194 ha.

Selebihnya berada pada kawasan hutan lindung 1.061,270 ha (27,75%), hutan produksi terbatas seluas 417,701 ha (10,92%), hutan produksi 627,741 ha (16,42%),dan untuk hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 212,123 ha atau 5,55%.

Namun keberadaan kawasan hutan konservasi itu kini semakin terancam dan perlahan menyusut akibat ulah masyarakat yang mengambil dan menebang pohon secara tidak terkendali. Mereka menjadi kaki tangan yang dijadikan sapi perah para cukong kayu yang ada di daerah ini. Warga dengan leluasa menjarah kawasan hutan di bawah pengawasan aparat kehutanan dan instansi terkait lainnya.

Lihat saja TN Rawa Aopa dan Tanjung Peropah, kedua kawasan konservasi yang amat penting itu, merupakan sumber penyangga kehidupan bagi masyarakat di sekitarnya, yang kini sebagian hutan perawannya hilang termasuk aneka satwa dan keanekaragaman hayati bernilai tinggi lenyap seketika. Ironisnya, TN Rawa Aopa yang memiliki kekuatan hukum UU dan diakui oleh dunia Internasional melalui Konvensi Ramsar atau Ramsar Convention, kini sebagian wilayahnya dicaplok warga dan membentuk unit pemukiman dan meluas menjadi desa.

Pemerintah Kabupaten Konawe Selatan pun justru melegitimasi pembentukan desa pemekaran di dalam kawasan TN Rawa Aopa melalui rancangan peraturan daerah (Perda) tentang pembentukan/pemekaran desa.

TN Rawa Aopa tersebar di empat kabupaten yaitu Bombana 43.35 % yang meliputi daerah Lantari, Aneka Marga, Mataosu, Konawe Selatan 45.35 % meliputi Angata, Benua,Kalembuu, Tinanggea, Kolaka 12.19 % meliputi Tirawuta, Loes, Ladongi, Lambandia,Tangketada dan Watubangga, serta Konawe 5.93 % meliputi Lambuya dan Puriala.105.194 ha.

Tak hanya itu, kota Kendari juga mengambil jasa ekonomi TN Rawa Aopa dengan memanfaatkan air sungai Pohara yang sebagian sumber PDAM kota Kendari yang mengalir dari genangan air Rawa Aopa.

Penjarahan
Hasil monitoring selama 2009 oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sultra, mencatat telah terjadi penjarahan pada tiga kawasan konservasi Taman Suaka Alam, diantanya, Suaka Marga Satwa Batikolo, Amolengo dan Tanjung Peropa.

Hal itu disebabkan akibat pemberian izin pemanfaatan kayu yang berdekatan dengan Taman Konservasi, yang mengakibatkan penjarahan melebar masuk dalam kawasan konservasi. Akibatnya, ratusan pohon yang dilindungi nyaris tak terlihat lagi.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Sultra, Sakrianto Djawie, mengatakan, pemberian izin yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan (Dishut) setempat kepada pemegang Izin tidak melibatkan BKSDA Sultra, terutama dalam melakukan Cruizing pohon sehingga para pemegang izin dalam melakukan penebangan pohon yang telah dicruizing masuk dalam kawasan konservasi.
“Dinas Kehutanan setempat mestinya melibatkan kami dalam melakukan crusing, agar para pemegang izin penebangan atau pemanfaatan kayu tidak masuk dalam kawasan konservasi. Karena kita ketahui bersama, hutan yang bisa dimanfaatkan kayunya saat ini tidak sebanyak seperti yang ada di kawasan konservasi,” katanya.
Menurut Sakrianto, kawasan konservasi hanya 10 persen dari total hutan di Sultra, sehingga kawasan konservasi tersebut sangat penting untuk dipertahankan. Kawasan konservasi memiliki fungsi sebagai tempat perlindungan satwa, sebagai reservoir atau daerah resapan, termasuk benteng terakhir suatu kawasan hutan untuk kelangsungan kehidupan yang lebih panjang.
Jika dibiarkan hal ini terjadi, akan berakibat buruk terhadap satwa yang ada didalamnya maupun masyarakat yang berada disekitarnya. Pasalnya hutan penyangga akan hilang dan akhirnya mengalami degradasi potesnsi maupun kawasannya.
”Yang 10 persen saja yang kita pertahakan, yang lainnya biarlah dijadikan hutan produksi atau dimanfaatkan. Karena kalau semuanya dimanfaatkan kita tinggal tunggu bencana yang akan datang,” ujarnya.

Tapi Pemda tak perlu menunggu lama, dua izin Kuasa Pertambangan (KP) yakni PT. Ganesa Delta Permata dan PT. Sultra Utama Nikel, telah dikeluarkan oleh pemerintah Bombana. Kedua perusahaan itu mengantongi izin eksplorasi emas, yang sebagian wilayah konsesinya masuk di kawasan TN Rawa Aopa.

PT. Ganesa Delta Permata memiliki luas konsesi 8.227 Ha yang terletak di kecamatan Rarowatu Utara blok hutan Labubu, dan bendungan Langkowala dsk Resort Langkowala, Bombana, sedang PT. Sultra Utama Nikel memiliki luas konsesi 2.344 Ha yang terletak di Rarowatu Utara blok hutan Morengke, Lasada, Tiabite dsk Resort Poleang Laea, Bombana.

Kepala TN Rawa Aopa Khalik mengakui kedua perusahaan itu masuk tanpa sepengetahuan mereka. Ia memkinta pemerintah daerah dapat meninjau kembali wilayah konsesi kedua perusahan tersebut.

“Terus terang saja kami tidak pernah diberitahu. Semestinya kalau sudah masuk dalam wilayah Balai Taman Nasional harusnya dikoordinasikan kepada kami,” ujarnya.

Ancaman
Tak hanya penjarahan hasil hutan dan pencaplokan kawasan konservasi, ancaman yang paling mengerikan saat ini adalah tambang. Program Pemerintah Provinsi Sultra yang ingin menjadikan daerah ini sebagai pusat pertambangan nasional, telah mengancam keberadaan sejumlah kawasan konservasi dan hutan lindung di Sultra.

Guna mendukung program itu, gubernur Sultra Nur Alam telah mengajukan pengusulan penurunan status sejumlah kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi seluas 21 ribu ha lebih kepada pemerintah pusat. Nur Alam menilai, kawasan hutan lindung dan konservasi banyak menyimpan deposit nikel, sehingga perlu dieksploitasi.

“Hutan kita terlalu luas. Kita mau mengurangi hanya sebagian kecil saja, ini kan juga untuk kepentingan mensejahterakan masyarakat Sultra,” kata Nur Alam dalam setiap kesempatannya.

Namun rencana penurunan status hutan lindung itu, menuai protes oleh sejumlah aktivitas dan akademisi.Direkrut Eksekutif Walhi Sultra Hartono menilai penurunan status sejumlah kawasan hutan lindung merupakan keserakahan pemerintah. Pemerintah harus memperhatikan resiko lingkungan dan ekologi, sosial dan budaya masyarakat.

“Apakah tidak cukup wilayah pertambangan yang saat ini telah diolah oleh pemerintah yang diberikan kepada para investor tambang. Kalau katanya untuk kesejahteraan masyarakat, mana buktinya, masyarakat jutsru tak pernah merasakan bahkan hanya menjadi obyek penderita dari kebijakan pemerintah yang tidak populis,” kata Hartono.

Hartono meminta kepada pemerintah pusat agar tidak menyetujui usulan tersebut. Pemerintah pusat harus jeli melihat kondisi rill yang akan terjadi nanti.

Rektor Unhalu Usman Rianse pada penandanganan MoU dengan pihak TN Rawa Aopa pada Februari lalu, mengatakan keberadaan TNRAW perlu disikapi dengan netral. Menurutnya, secara ekonomi ataupun kekayaan alam seperti tambang, hasil hutan yang ada di dalam taman nasional seharusnya diberi nilai nol. Sebab nilai nol ini merupakan strategi pengembangan taman nasional berbasis sosial budaya.

"Dalam Taman Nasional bersimbiosis-mutualisme. Apabila kayu di dalam Taman Nasional hilang, maka seluruh hasil alam yang berada di dalamnya akan lenyap juga. Mempertahankan Taman Nasional bukan berarti mempertahankan uang, melainkan untuk masa depan. Sebab kesalahan sekarang bisa jadi bahaya masa datang, sehingga jangan menyederhanakan masalah yang ada didepan kita," tukasnya.

Unhalu sepakat menjadikan TN Rawa Aopa sebagai “laboratorium” penelitian bagi mahasiswa dan dosen Fakultas MIPA dan jurusan ilmu kehutanan Unhalu. (***)

Merkuri, Momok yang Menakutkan di Bombana

Oleh Rustam

Masih ingat kasus penyakit Minamata yang menjangkiti warga di sekitar teluk Buyat Manado, Sulawesi Utara. Kasus ini sempat menghebohkan Manado karena diributkan dan diprotes oleh sejumlah NGO lokal, nasional dan Intrnasional akibat meninggalnya bocah berusia 5 bulan.

Minamata adalah penyakit gangguan sistem syaraf pusat yang disebabkan oleh keracunan metil merkuri atau air raksa (Hg). Menurut para ahli, gejala yang timbul adalah gangguan syaraf sensori: paraesthesia, kepekaan menurun dan sulit menggerakkan jari tangan dan kaki, penglihatan menyempit, daya pendengaran menurun, serta rasa nyeri pada lengan dan paha. Gangguan syaraf motorik: lemah, sulit berdiri, mudah jatuh, ataksia, tremor, gerakan lambat dan sulit bicara. gangguan lain: gangguan mental, sakit kepala dan hipersalivasi.

Minamata adalah nama sebuah teluk dengan kota kecil di Jepang. Kota Nelayan menghadap ke laut Siranul, Jepang ini, menjadi terkenal ke seluruh dunia. Karena lebih dari 3 ribu warga kota ini pernah menderita penyakit yang diakibatkan pencemaran logam raksa atau merkuri. Kasus ini terjadi pada dekade 1950 an lalu. Lebih dari 100 orang meninggal dunia.

Kasus serupa kini mengancam masyarakat Bombana Sulawesi Tenggara (Sultra). Ribuan pendulang dan belasan ribu masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pendulangan terancam menerima dampak penambangan emas akibat penggunaan cairan merkuri yang ditengarai banyak digunakan oleh pendulang tradisional untuk memisahkan butiran emas bercampur tanah.

Hasil penelitian pada uji laboratorium yang dilakukan FPIK Unhalu pada 26 Oktober sampai 2 Nopember 2009, ditemukan kandungan merkuri yang cukup tinggi hingga 0,09 Mg/liter, melebihi ambang batas normal yakni 0,003 mg/liter untuk biota dan 0,002 miligram /liter untuk keperluan sehari hari seperti air minum, ini sesuai yang ditetapkan bakumutu MKLH.

Pengambilan sample dilakukan pada 18 Oktober 2009 pada empat lokasi yang berbeda yaitu station I sungai Langkowala dengan kadar 0,07 Mg/liter, statiun II aliran sungai Langkowala dengan kadar 0,26 Mg/liter, station III sungai Wumbubangka dengan kadar 0,41 Mg/liter dan station IV bendungan Langkowala dengan kadar 0,9 Mg/liter.

Dosen FPIK Unhalu Emiarti.S.Pi.M.Si yang terlibat langsung dalam penelitian tersebut, mengatakan, berdasarkan hasil sampel air yang masih tersisa di aliran sungai Langkowala dan sungai Wumbubangka, kadar air raksa atau merkuri di dalam air sudah sampai pada 0.09.

Sedangkan C-organik ( unsur hara ) untuk station I, 0,309, station II 0,303, station III 0,325 dan station IV 0,302. “ Hasil ini menunjukan kenaikan 100 kali atau sudah masuk kategori yang sangat berat, “ ujar Emmiarti

Namun Kepala Sub Bagian Pertambangan Umum Dinas Pertambangan Bombana Radjman membantah hasil temuan tersebut. Menurut dia, pihaknya baru saja dua pekan lalu menurunkan staf mengambil sample untuk diteliti pada lokasi PT. Panca Logam, dan pihaknya tidak menemukan kandungan merkuri.

Dekan FPIK Prof.Dr.Ir. La Ode Muhammad Aslan mengatakan hasil ini merupakan hal yang sangat memprihatinkan, Karena merkuri sangat berbahaya bagi kehidupan. Karena bisa mengakibatkan berbagai penyakit seperti kanker darah dan penyakit ini akan berlangsung sampai beberapa generasi turunan.

“Ini bisa menjadi kasus nasional, alangkah baiknya kita melihat bersama-sama pertambangan secara berimbang, kita harus memiliki tanggung jawab peduli pada lingkungan, untuk apa masyarakat menjadi kaya tapi sakit-sakitan“ ujar Aslan.

Seperti yang diketahui aliran sungai Langkowala dan Wumbubangka dipakai oleh masyarakat untuk areal pertanian dan usaha tambak ikan bandeng dan udang di dua kecamatan yakni kecamatan Lantari Jaya dan Rarowatu Utara.

Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan (Walhi) Sultra Hartono, jika kandungan merkuri pada air di sungai Langkowala dan Wumbubangka, maka ada sekitar 5 ribu hektare pertanian padi dan 900 hektare tambak udang dan ikan akan terencam tercemar.

“Kita bisa bayangkan kalau ini terjadi, maka bisa jadi tragedi kemanusiaan seperti yang terjadi di Jepang dan Buyat akan terulang di Bombana. Pemerintah daerah harus serius menyikapi ini dan bila perlu hentikan dulu penambangan sebelum memakan korban jiwa,” katanya.

Bahaya Merkuri
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sultra Amin Yohannis Apt.DMM.M.Kes mengatakan, mengkonsumsi makanan yang telah terkontaminasi dengan logam berat seperti Merkuri atau air raksa, dapat mengakibatkan berbagai penyakit barbahaya seperti kanker darah, kanker kulit, kebutaan, keracunan sampai meninggal dunia.
“Gejala awal biasanya terjadi pusing, mual-mual, hilang kesadaran, luka pada kulit seperti borok, bengkak, benjolan. Kadang kala ada ditemukan penyakit yang tidak diketahui penyebabnya, itu bisa saja disebabkan oleh merkuri, “ ujar Amin.

Terkait dengan hasil penelitian dari FKIP Unhalu tentang kandungna merkuri yang telah melewati ambang batas, Amin menyatakan sejak pertama kali pertambangan emas ini dibuka pihak Dinas Kesehatan Sultra telah menurunkan tim untuk melakukan pemantauan dan penyuluhan terkait bahaya pengunaan merkuri.

“Kami melakukan pemantauan dan penyuluhan kepada para penambang terkait masalah mercury, karena jika mercuri larut dalam air, kemudian air ini masuk kedalam laut, hasil laut seperti ikan dan kerang-kerangan pasti akan terkontaminasi, kemudian kita mengkonsumsi itu sangat berdampak pada kesehatan,” ujar Amin.

Menurut dia, penanganan masalah merkuri harus dilakukan terpadu lintas sektoral dan lintas program, karena jikalau tidak diatasi penecemaran ini akan semakin meluas dan semakin berbahaya. Ini bisa terjadi karena pengawasan yang sangat lemah dari pihak-pihak terkait.

Hentikan Aktivitas
Sejak pertama kali diberitakan Media Sultra pada 4 Nopember lalu, telah menimbulkan kecemasan dan reaksi oleh pejabat. Salah satunya adalah gubernur Sultra Nur Alam. Pejabat yang pro tambang ini menyatakan akan menutup perusahaan tambang emas yang terbukti menggunakan cairan merkuri dalam melakukan usahanya.

“Sekarang kami minta hasil penelitian Unhalu diserahkan kepada pemerintah sebagai bahan acuan untuk merekomendasikan penutupan aktivitas bagi perusahaan yang terbukti menggunakan cairan merkuri,” katanya.

Anggota DPRD Bombana dari partai Demokrat, Sahrun Gaus, mengatakan, pihak DPRD Bombana akan melakukan investigasi lanjutan terkait dengan hasil uji laboratorium Unhalu, dan jika terbukti pencemaran itu disebabkan oleh pertambangan rakyat atau perusahaan pertambangan (KP), maka pihaknya akan meminta kepada pemerintah untuk menutup perusahaan tersebut.

“Kami baru mengetahui dari media massa, belum mengetahui secara pasti. Namun jika data itu valid maka ini adalah persoalan yang sangat krusial, pihak DPRD akan melakukan investigasi lanjutan karena ini harus jelas, siapa yang menggunakannya, apakah dari pendulang rakyat ataukah dari perusahaan yang memiliki izin kuasa pertambangan, “ ujar Sahrun yang dihubungi via telepon selulernya.

Lanjut Sahrun, jika terbukti perusahaan yang melakukan pelanggaran maka perusahaan tersebut akan dilihat kembali dokumen Amdal yang diterbitkan. Karena ini menyangkut lingkungan dan kehidupan masyarakat. “Jika terbukti pencemaran ini dilakukan oleh perusahaan, maka Amdal yang dibuat itu menipu,” tegas Sahrun. (***)

Kamis, 05 November 2009

Primadona Tapi tidak Mensejahterakan

Oleh Rustam


Peruk bumi Sultra kaya akan kandungan tambang seperti nikel, emas, aspal, mangan dan bauksit. Pemerintah Provinsi Sultra memperkirakan nilai ekonomi potensi sumberdaya tambang Sultra seperti nikel dalam bentuk ore deposit sebanyak 97,4 miliar ton, aspal curah deposist 3,8 miliar dan emas diperkirakan mencapai 1,125 juta ton. Jika dirupiahkan melebihi Rp.300 trilun lebih.

Potensi tersebut tersebar pada kawasan hutan seluas 481.741,61 ha yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten kota minus Wakatobi dan kota Kendari. Itulah sebabnyak Sultra menjadi incaran bagi banyak perusahan tambang, mulai kelas kakap hingga sekelas ‘ikan teri’. Dengan hitungan perkiraan tersebut, pemerintah melalui gagasan gubernur Nur Alam berkeinginan kuat menjadikan daerah bumi Anoa, julukan daerah Sultra sebagai pusat pertambangan nasional.

Upaya mencapai cita-cita itu, Pemprov Sultra akan melakukan revisi terhadap tata ruang. Dalam rencana tata ruang itu, Pemprov Sultra akan mengusulkan penurunan atau rasionalisasi sejumlah kawasan hutan lindung termasuk hutan koservasi ke pusat. “Hutan kita terlalu luas. Sementara yang kita manfaatkan sedikit sekali,” kata Nur Alam dalam setiap kesempatan ketika berbicara soal tambang.

Menurut Nur Alam, jika potensi tersebut digarap secara maksimal maka akan menurunkan angka kemiskinan dan tercapainya masyarakat yang sejahtera. Keiiginan Nur Alam tersebut sebagai salah satu upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada sektor ini. Namun keinginan itu belum terwujud. Dari 10 kabupaten/kota yang memiliki kawasan pertambangan, tak satupun daerah yang mencapai target pendapatan, bahkan jauh dari yang diharapkan.

Pemerintah berdalih, tidak tercapainya target pada sektor pertambangan disebabkan anjloknya harga nikel di pasaran dunia. Selain itu, masih banyak Kuasa Pertambangan (KP) yang belum beroperasi.

Bahkan pendapatan pada sektor ini masih sangat kecil. Kalah dengan hasil dan kontribusi sektor pertanian dan perkebunan yang selama ini menjadi pekerjaan sebagian besar masyarakat Sultra. Tak ada angka pasti kontribusi kedua sektor tersebut yang selama ini menjadi andalan, namun hasil kajian ekonomi Sultra pada triwulan II yang dilakukan Kantor Bank Indonesia (KBI) Kendari beberapa waktu lalu, pertanian, perdagangan adalah pembentuk Pendapatan Demestik Ragional Bruto (PDRB) ekonomi Sultra saat ini.

Ditentang
Tapi upaya pemerintah menurunkan status sejumlah kawasan hutan lindung mendapat reaksi dan protes dari sejumlah aktivis lingkungan dan akademisi. Mereka menganggap penurunan status hutan lindung akan mengancam keberlangsungan ekosistem.

Direktur Eksekutif Walhi Sultra, Hartono, mengatakan dengan merusak ekossitem akan banyak aspek yang berubah seperti aspek social, akan banyak warga yang kehilangan pekerjaan dan beralih menjadi buruh akibat wilayah kelola masyarakat semakin berkurang.

Dari sisi lingkungan, semakin berkurangnya atau bahkan tidak ada lagi daerah penyangga air untuk mencegah kekeringan atau cadangan sumber air untuk jangka panjang. Kondisi terburuk adalah terjadinya banjir dan naiknya suhu akibat hilangka funsi hutan.

“Kami mengingatkan kepada pemerintah daerah agar tidak melakukan penurunan status pada kawasan hutan lindung. Jangan sampai alasan untuk mensejahterakan masyarakat tapi sebaliknya kemiskinan yang diperoleh,” katanya.

Ir. Utama Pangeran, pembantu dekan FPIK Unhalu dalam pandangannya mengatakan, kebijakan pemerintah daerah untuk mengelola sumber daya alam sebaiknya perpatokan pada pendekatan ekologi, jangan hanya mengedepankan pendekatan ekonomi.

“Saya melihat pemerintah hanya menghitung nilai ekonomi pada sumber daya alam yang akan dieksploitasi, tapi tidak menghitung secara keseluruh apa yang ada disekelilingnya, seperti jasa lingkungan, nilai sosial dan budaya dan beberapa nilai ekonomi lainnya,” ujarnya.

Kemiskinan

Tapi apa yang terjadi. Ditengah maraknya aktivitas tambang, gundulnya kawasan hutan, justru mendatangkan kemiskinan bagi warga terutama di sekitar wilayah pertambangan. Desa Tambea, kecamatan Kolaka adalah satu dari sekian banyak desa yang kini warganya hidup dengan kemiskinan. Padahal mereka tinggal tak jauh dari pabrik PT. Antam Tbk, kira-kira 3 kilo meter dari lokasi pabrik pemurnian nikel.

Kemiskinan itu harus dipikul oleh ribuan warga desa Tambea dan sekitarnya akibat pendapatan mereka dari hasil tangkapan ikan, budidaya teripang dan rumput laut menurun bahkan hilang akibat tercemarnya laut di sekitar mereka. Pencemaran itu berusumber dari cekdam Antam yang bobol pada beberapa tahun silam.

Ancaman kemiskinan kini juga menghantui masyarakat kelurahan Lambela, Donggala, kecamatan Kabaena Timur. Mayoritas nelayan dan petani rumput laut mulai meributkan kehadiran Kuasa Pertambangan PT. Billy, yang mulai melakukan eksploitasi pada 2008 lalu. Akibat aktivitas di atas pemukiman warga, pantai dan anak-anak sungai tercemar akibat lumpur berwarna kemerahan yang merebes.

Akibatnya warga protes berunjuk rasa di kantor PT. Billy. Kasus itu terjadi pada 2008. Yang tak kalah menderitanya saat ini adalah warga kecamatan Lantari Jaya dan Rarowatu Utara. Akibat akitvitas pertambangan emas sejak 2008 lalu, warga harus menanggung beban hidup yang cukup tinggi. Para petani di sini juga tak bisa menggarap sawahnya air bendungan dari Langkowala tehenti akibat dibendung oleh salah satu perusahaan tambang. (***)