OLeh Rustam
Nafsu pemerintah daerah mengejar pendapatan daerah dari sektor pertambangan semakin menggila. Hal itu tercermin dari jumlah izin Kuasa Pertambangan (KP) yang dikelurkan oleh 10 kepala daerah, minus kota Kendari dan kabupaten Wakatobi yang jumlahnya mencapai 278 izin KP sepanjang 2004 hingga 2008.
Jumlah tersebut dapat diibaratkan jamur yang tumbuh di musim hujan. Setiap tahun para bupati khususnya di delapan kabupaten seakan berlomba-lomba menerbitkan izin KP. Data Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Provinsi Sultra, daerah yang paling terbanyak menerbitkan izin KP kepada investor adalah kabupaten Konawe 75 KP, Konawe Utara 52 KP dan Buton 46 KP. Menyusul daerah lainnya Konawe Selalatan 16 KP, Kolaka Utara 18 KP, Buton Utara 15 KP, Bombana 14 KP, Kolaka 11 KP, Muna dan kota Baubua masing-masing 1 izin KP. Khusus kabupaten Buton sebagian izinnya adalah untuk pertambangan aspal.
Pertumbuhan izin KP yang terus meningkat dalam kurun waktu yang singkat itu akibat berlakunya otonomi daerah sejak 2004 yang memberikan kewenangan kepada para kepala daerah untuk pengelolaan sumberdaya alamnya. Bak gayung bersambut, para kepala daerah tidak menyia-nyiakan hak otonom yang diberikan oleh pusat. Sayangnya banyak kepala daerah yang gagal mengurus daerahnya akibat kebijakan yang ceroboh, termasuk timbulnya permasalahan pada pengelolaan sumberdaya alam yang justru menimbulkan konflik.
Ada pula para bupati/walikota yang membangkan terhadap atasannya dalam hal ini gubenur dan Mendagri. Para bupati mengklaim memiliki kewenangan pengelolaan sumberdaya alam di daerahnya sehingga tidak perlu dilaporkan atau diintervensi oleh gubernur. Hal itu terjadi di beberapa daerah di Sultra yang belakangan mulai dicairkan oleh gubernur Nur Alam.
Pengagas dan pakar otonomi daerah Ryas Rasyd dalam suatu kunjungnnya di kota Kendari belum lama ini mengatakan banyaknya ketimpangan yang terjadi di daerah akibat kurangnya pengawasan dan kontrol pemerintah pusat terhadap kebijakan di daerah. Ia meminta pemerintah pusat tidak terburu-buru menyetujui usulan pemekaran. Pemerintah terlebih dahulu harus melakukan kajian dan evaluasi secara menyeluruh terhadap daearh yang telah dimerkan termasuk yang akan dimekarkan.
”Harusnya pemerintah pusat jangan melepas begitu saja daerah yang telah dimekarkan, tapi perlu ada pengawasan, kontrol dan pembinaan secara terus-menerus sehingga para kepala daerah juga tidak seenaknya menjalankan pemerintahan dan membuat kebijakan yang merugikan daerah dan rakyatnya,” kata Ryas Rasyd saat itu.
Permasalahan
Banyaknya izin KP yang dikeluarkan oleh para bupati ternyata tidak diikuti naiknya kesejahteraan masyarakat atau berkurangnya angka kemiskinan di daerah secara signifikan. Sebaliknya masyarakat harus menerima dan menanggung kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan. Data terbaru yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Sultra, penurunan angka kemiskinan saat ini hanya sekitar 1 persen lebih.
Bekum optimalnya penerimaan dari sektor tambang disebabkan masih banyaknya permasalah dan kendala yang dihadapi pemilik izin KP. Hasil kajian dan telaah masalah pertambangan yang dilakukan oleh Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Sultra menemukan sejumlah masalah di daerah, antara lain belum adanya regulasi yang mengatur tentang pertambangan umum, banyaknya izin pertambangan yang berada pada kawasan hutan, belum adanya izin pinjam pakai sebagian KP, izin yang tidak sesuai regulasi, kurangnya koordinasi antara pemerintah kabupaten dan Provinsi dan minimnya kontribusi perusahaan pertambangan terhadap pembangunan di daerah.
Ini belum termasuk kasus tumpang tindih lahan yang jumlahnya cukup banyak dan menyebar dihampir semua daerah yang memiliki kawasan pertambangan, dan dokumen pengelolaan lingkungan yang terkesan asal-asalan serta turunnya harga nikel yang memicu sebagian besar investor tambang gulung tikar.
”Permasalahan ini muncul akibat pemerintah di kabupaten tidak pernah melakukan koordinasi dengan kami sebelumnya. Kita berharap banyak yang diperoleh dari sektor pertambangan, tapi kenyataannya kita justru memperoleh bagian yang sangat kecil dibandingkan pemerintah pusat,” kata Hakku Wahab, Kadis ESDM Sultra saat menghadiri worksop lingkungan yang digelar AJI Kendari, akhir pekan lalu.
Sebelumnya gubernur meminta kepada sejumlah bupati agar segera menertibkan KP yang bermasalah. Bahkan ia pernah mengancam akan membekukan 75 KP di Konawe dan Konawe Utara akibat tumpang tindih lahan. (***)
Statistik Kuasa Pertambangan di Sultra 2004-2008
No. Kabupaten 2004 2005 2006 2007 2008
1. Bombana 0 0 0 14 14
2. Buton 5 12 17 5 11
3. Buton Utara 0 0 0 2 13
4. Baubau 0 0 0 1 0
5. Kolaka 0 0 0 11 0
6. Kolaka Utara 0 0 0 7 11
7. Konawe 0 1 4 58 12
8. Konawe Utara 0 0 0 50 2
9. Konawe Selatan 0 0 1 3 13
10. Muna 0 0 1 0 0
Sumber:Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sultra
Kamis, 19 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar