Oleh Rustam dan Merlyn
Kerusakan lingkungan yang cukup parah akibat akitvitas pertambangan emas di kabupaten Bombana yang tak terkendali, kini telah berdampak luas pada kesehatan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan. Seiring dimulainya aktivitas pertambangan 2008 lalu, penyakit pun mulai merebak yang menjangkiti warga terutama pendulang tradisional.
Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya penguanaan logam berat merkury oleh sejumlah pendulang tradional. Pengunaan mercury yang jikalau kemudian terjadi akumulasi pada air dan seterusnya digunakan oleh masyarakat pada kurun waktu tertentu dampaknya sangat berbahaya. Hypertensi, kanker kulit, kanker darah yang dapat ditularkan pada generasi selanjutnya merupakan salah satu dari sekian banyak bahaya yang ditimbulkannya.
Gejala tertularnya warga dari cairan merkuri, kini mulai terlihat pada sejumlah warga yang berada di sekitar bendungan Langkowala. Sebagian besar kulit warga di sini terlihat berbintik-bintik kemerahan akibat menggunakan sisa air di bendungan Langkowala untuk kebutuhan mandi dan mencuci.
Hasil penelitian Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unhalu beberapa waktu lalu, ditemukan kandungan mercuri pada bendungan Langkowala dan daerah sekitarnya hingga 0,9 Mg/ ltr. Hasil ini menunjukkan tingginya kader merkuri hingga melebih ambang batas normal yang dapat ditolerir.
Muhiddin (31), warga sekaligus pendulang menuturkan saat ini ia dan sekitar 100 orang warga lainnya tidak bisa berlama-lama mandi di bendungan Lankowala karena bisa menimbulkan gatal dan kulit memerah. Sebagai orang awam, Muhidin tak banyak tahu soal penyakit. Tapi ia tahu kalau menggunakan merkuri dapat menimbulkan alergi kulit.
”Mercuri itu kalau dipakai harus berhati-hati karena jika terjadi kontak langsung bisa menimbulkan gatal-gatal dan kemerahan dikulit. Saya pernah mengalaminya, tapi cukup minum obat seperti Ampisilin dan Tetra biasanya alerginya sembuh, ” ujar Muhiddin.
Tapi tak ada pilihan lain untuk mendapatkan air bersih. Ia pun hanya bisa pasrah dengan kondisi ini. ”Harus bagaimana lagi, hanya itulah satu-satunya air yan bisa digunakan saat ini,” katanya.
Penyakit Tren
Penyakit alergi kulit ternyata sudah menjadi tren dan masuk dalam 10 penyakit berbahaya sejak 2008. Pada umumnya, warga yang terkena penyakit kulit berada pada sekitar areal pertambangan di kecamaatan Lantari Jaya dan Rarowatu Utara.
Hal itu bisa dilihat dari melonjaknya angka penderita alergi yang terdata di UPTD Puskesmas Lomba Kasih kecamatan Lantari Jaya. Berdasarkan data dari Puskesmas setempat, pada tahun 2008 lalu warga yang datang berobat karena alergi penyakit kulit 316 orang. Padahal ditahun 2007 hanya berkisar 50 kasus saja.
Untuk 2009, Pusekesmas setempat belum merekap seluruh data. Namun kepala Pusekesma Lomba Kasih Abdul Wahap memastikan terjadi peningkatan kasus penyakit kulit. Ia memperkirakan sekitar 400 lebih. Peningkatan ini seiring kondisi lingkungan yang kian parah.
”Dulu kami pernah membuka posko kesehatan di sekitar lokasi penambangan, tapi untuk sekarang sudah tidak bisa dilanjutkan lagi, mengingat tingkat keselamatan dan keamanan dari tim medis terancaman akibat banyaknya lubang-lubang tikus yang ditinggalkan oleh para pendulang,” katanya.
Tak hanya penyakit kulit, Pusekesmas setempat juga menemukan penyakit hipertensi, Inspeksi Saluran Pernapasa Atas (ISPA), Diare dan kerusakan pada sistim otot dan jaringan yang cukup tinggi. Pada tahun 2008, tercatat ada 290 kasus untuk penderita penyakit Hypertensi, penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat sebanyak 732 kasus, ISPA 711 kasus dan Diare 357 kasus.
Khusus untuk penyakit Diare, kata Abdul Wahab, tingkat kesehatan masyarakat yang ada di areal pertambangan sudah sangat memprihatinkan akibat komsumsi air yang tidak memenuhi standar kesehatan.
”Stok air bersih yang biasanya diambil dari sumur bor bekas lubang tikus yang ditinggalkan, sudah tidak layak untuk digunakan. Air yang dikatakan bersih itu tidak lebih dari genangan air yang sudah bercampur aduk dengan kotoran dan sampah,” tandasnya.
Pada awal dibukanya pertambangan emas, tim dari Dinas Kesehatan Provinsi rutin melakukan penyuluhan dan pemeriksaan kesehatan terhadap warga, tapi sepanjang tahun 2009 ini, sudah tidak pernah dilakukan lagi.
Namun lonjakan dari penyakit alergi yang terjadi saat ini abdul wahab mengatakan untuk sementara dia belum bisa menghubungkan dampak dari mercury dengan penyakit alergi karena saat ini mereka belum ada kapasitas dan kemampuan untuk menentukan hubungannya. Namun ia mengakui bahwa segala sesuatu yang berlebihan pasti mempunyai pengaruh kepada manusia.
Mensikapi masalah tersebut, anggota dewan dari partai Gerindra Laode Usman Sandiri mengatakan, bahwa ancaman dari penggunaan mercuri adalah salah satu bukti bahwa lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan Bombana di areal pertambangan.
”Semestinya yang harus disalahkan bukan penambang liar ataupun para investor yang datang mencari uang di Bombana, melainkan pemerintah daerah yang sejak awal tidak melakukan pengawasan secara lebih baik dan ketat kepada para pendulang ataupun perusahaan pertambangan,” katanya.
Menurut dia, penggunaan merkuri harus dihentikan karena dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat. Ia menilai, Pemda telah ceroboh dengan membiarkan penggunaan merkuri dan pengerusakan lingkungan. Kondisi ini akan mempengaruhi kehidupan bagi generasi selanjutnya.
La Ode Usman Sandiri meminta kepada Pemda dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya atas berbagai kasus sosial dan lingkungan yang terjadi. Pemda tak boleh membela diri dan menyatakan tidak salah. ”Bayangkan saja jikalau anak keturunan menderita penyakit merkuri, bagaimana masa depan mereka kelak,” ujar Usman. (***)
Selasa, 08 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar